
CDR News , Jakarta - Wakil Presiden Sara Duterte menunjukkan respon yang kuat atas penahanan sang ayah, Rodrigo Duterte oleh Mahkamah Kejahatan Internasional atau ICC Dia menggambarkan penahanan Rodrigo Duterte tersebut sebagai sebuah tindakan penghilangan paksa yang dilakukan pemerintah.
"Seperti halnya dengan istilah pembunuhan negara," ujar Sara Duterte saat memberikan keterangan dalam suatu wawancara di Pangkalan Udara Villamor, Kota Pasay, Filipina sebagaimana dikabarkan oleh media tersebut. ABS CBN Pada hari Selasa, tanggal 11 Maret 2025 di waktu malam.
Sara datang ke Pangkalan Udara Villamor dengan maksud menemui sang ayah tetapi dia tidak diperbolehkan masuk ke dalam pangkalan tersebut. Di hari Selasa, bekas presiden Rodrigo Duterte diamankan di Terminal 3 Bandara Internasional Ninoy Aquino sesaat setelah kedatangan beliau dari Hong Kong menuju Manila. Penahanan Duterte ini didasari pada surat perintah yang berkaitan dengan pelanggaran hak asasi manusia oleh Mahkamah Kejahatan Internasional akibat operasi anti-narkotika yang fatal.
Kemudian dia diangkat ke markas Angkatan Udara Filipina. Setelah itu, Rodrigo Duterte diterbangkan menuju Den Haag, Belanda.
Dia adalah mantan presiden pertama di Asia yang bakal diperiksa oleh Pengadilan Kriminal Internasional (ICC). Menurut pernyataan Sara Duterte, serahkan sang bapak ke ICC dinilai sebagai bentuk penindakan dan penyiksaaan. Tindakan penangkapan tersebut dipandang melanggar kedaulatan negara Filipina, bahkan dianggap merendahkan martabat seluruh rakyat Filipina yang mengetahui arti kemerdekaan mereka sendiri.
"Sejak ia ditahan pagi ini, ia masih belum dihadapkan kepada otoritas pengadilan yang kompeten untuk memastikan hak-haknya dan memungkinkannya memanfaatkan keringanan yang dijamin hukum," kata Sara Duterte. "Ia dibawa secara paksa ke Den Haag," ujar Sara Duterte dilansir dari The Manila Times .
Selama menjabat sebagai presiden, Rodrigo Duterte agresif dalam memerangi penyalahgunaan obat terlarang. Upaya tegas ini sudah mengakibatkan kematian setidaknya 6.000 orang. Tetapi, organisasi perlindungan hak asasi manusia menyatakan bahwa angkanya bisa jadi telah meningkat menjadi sekitar 30.000 orang.
Pesawat Gulfstream G550 yang mengangkut Duterte take off pada pukul 23:03 dan berarah ke Den Haag, lokasi di mana eks presiden tersebut akan menjalani persidangan di depan ICC.
Pada hari Selasa, Rodrigo Duterte menyatakan penolakan dirinya untuk terbang ke Den Haag di Belanda. Dia berpendapat bahwa seharusnya dia tidak dihadapkan kepada Pengadilan Kriminal Internasional (ICC). "ICC tidak akan pernah bisa mendapatkan saya. Kami bukan bagian dari pihak pengesahan ICC," ungkapan tersebut disampaikan sang mantan presiden dalam sebuah siaranlangsung Instagram yang diposting oleh anaknya, Veronica.
"Saya berasal dari Filipina, dan kalian juga warga negara Filipina. Kalian sedang menuntut saya dalam sistem peradilan Filipina yang dipimpin oleh seorang hakim asli Filipina serta didampingi oleh Jaksa Penuntut Filipina," katanya.
Dalam suatu pernyataan, Sara Duterte menggambarkan penahanan ayahnya tersebut sebagai tanda jelas pencemaran martabat dan penghormatan terhadap kedaulatan serta merendahkan seluruh rakyat Filipina. Dia mencatat, “Pada saat saya membuat pernyataan ini, beliau dipaksa menuju Den Haag dalam waktu semalaman. Hal ini tidak mewujudkan keadilan—justru merupakan bentuk tekanan dan penderitaan,” ujar Sara pada hari Selasa malam.
"Aksi ini membuktikan ke dunia bahwa pemerintahan tersebut rela meninggalkan rakyatnya sendiri dan melanggar prinsip kemandirian serta harkat bangsa kita," ujarnya.
Operasi penangkapan Duterte dimulai setelah pengadilan pidana internasional mengeluarkan surat perintah untuk menahan bekas presiden tersebut karena diduga melancarkan tindak kekerasan yang meresahkan terhadap manusia.