Kamu tidak datang dengan segepok janji manis yang membuat hatiku
sekenyal mie yang baru saja selesai ditiris. Sampai hari ini kita lebih
sering duduk bersisian sambil membicarakan banyak hal. Mulai dari
bagaimana harimu, hal besar apa yang sedang terjadi di hidupku, sampai
sesekali kelakar soal rencana masa depan yang bagi kita terasa besar,
menakutkan, tapi juga membuat penasaran.
Sejak awal kamu tidak
pernah menawarkan banyak hal. Tidak ada janji seperti “Nanti aku belikan
X atau Y buat kamu, deh,” atau sikap mengumbar. Tak ada kalimat seperti
“Di kantor, aku termasuk staf yang sering dipuji. Kalau kamu mau sama
aku, kamu nggak akan menyesal deh, pasti.”
Tapi justru
kesederhanaan itu yang menarik darimu. Kamu tak memperlakukanku seperti
seseorang yang manja. Alih-alih, kamu mengajakku untuk berjuang bersama.
Sekarang kita memang belum bisa punya apa-apa. Makan hemat biaya, kost pun di tempat sederhana
Kita
sama-sama tak berasal dari keluarga yang punya segalanya. Sejak kecil,
kita dididik supaya punya bekal untuk “memapankan” nasib sendiri. Tak
melulu mengandalkan orangtua ketika umur kita sudah dewasa. Karena
itulah, kita tumbuh jadi dua individu yang tidak manja.
Di umur
yang sekarang, kita belum punya banyak materi. Makan hemat biaya, kost
pun di tempat yang sangat layak dibilang sederhana. Prinsip saat ini,
uang lebih baik dikumpulkan untuk mematri masa depan nanti. Biarpun
muda, kita tidak punya cukup uang untuk berfoya-foya.
Di kamus
kita, makan malam romantis adalah duduk berdua di pinggir jalan, di
lesehan menikmati malam. Apel rutin adalah kamu dan aku mengobrol di
ruang tamu kosan — sampai sudah saatnya kamu pulang. Berkendara di mobil
kap terbuka untuk memandang bintang? Ah, itu cuma ada di film atau
televisi. Kita sudah cukup senang dengan kesederhanaan yang saat ini.
Tapi, kesederhanaan ini justru bisa kita kenang nanti. Saat umur lebih tua, dan ada anak-anak yang bermain di sela kaki-kaki kita
Tapi sekarang, kita masih harus sama-sama berjuang.
Kamu
pernah memarahiku karena boros membeli hal-hal yang sebenarnya tidak
perlu. Aku pun sering mengingatkan agar kita sama-sama tak meremehkan
pekerjaan — bagaimanapun, itu adalah tiket menuju kemapanan.
Tak
pernah sebelumnya aku sehati-hati ini dalam pengeluaran. Mungkin karena
aku akhirnya menemukan alasan untuk serius tentang masa depan. Bahkan,
ide untuk tak bertukar hadiah anniversary demi modal untuk pernikahan jadi masuk akal. Untuk hal-hal seperti pulsa pun, kita tak alpa mengencangkan ikat pinggang.
Sekarang kita sama-sama berjuang. Agar kebaikan di masa depan lebih lekas datang
Terima
kasih untuk tidak meremehkan kemampuanku untuk berjuang di sisimu.
Terima kasih untuk tidak mencoba membuai dengan janji kamu akan
memperjuangkan semuanya untukku. Terima kasih, kamu justru menghargai
usahaku.
Akan ada saatnya nanti, kita tak perlu pulang ke rumah
masing-masing lagi. Akan ada saatnya, kita mampu membiayai hidup makhluk
kecil yang memanggil kita dengan sebutan menghangatkan hati.
Tentu
saja ini semua masih berupa masa depan. Tentu saja, ini tak bisa kita
dapatkan di masa sekarang. Tapi ada cara supaya kebaikan ini lebih lekas
datang: tak henti-hentinya memperjuangkan masa depan.
Jangan lepaskan. Kita akan terus saling menyemangati, bukan?
Sumber : http://www.hipwee.com
Gambar Ilustrasi : http://www.beritaterbaru.co.id