Ziarah Batin ke Suci: Jabal Tsur dan Arafah

Pak Ustaz menyampaikan melalui pesan WhatsApp pada jam 07:37 pagi bahwa beliau sedang mengecek kedatangan bis ke hotel dan meminta kami berkumpul di lobi.

Setelah tidak terlalu lama, Ustaz Yudie mengirim foto bis lewat WhatsApp supaya kita dapat mengenalinya saat menunggu di area parkir yang sama seperti sebelumnya. Bis pada kesempatan itu berwarna kuning emas dan bernomor 184, tetap milik perusahaan Samaya.

Di area depan masjid, suasana dipenuhi dengan antusiasme, walaupun terdapat beberapa jamaah yang kelihatan mengantuk pasca serangkaian ritual ibadah dan kegiatan lainnya. Setelah itu kami beranjak menuju bis dan Ustadz Yudie kembali melakukan pengecekan jumlah untuk memastikan tak ada yang tersisa belakangan.

Pemimpin rombongan kita, Bu Kanjeng, yang dikenal karena kegembiraannya dan semangatnya, turut membantu ustaz untuk menjamin bahwa semua peserta sudah siap dan tak ada yang tertinggal.

"Bu TL, Mohon untuk menghitung jumlah jamaah di dalam bus ya, saat ini saya sedang menunggu mereka di lobby. Ada 5 orang tidak bergabung dengan rombongan ziarah, sehingga total peserta menjadi 40 orang." Pesan Pak Ustad kepada Bu Kanjeng lewat WhatsApp.

Sekarang juga, Bu Kanjeng telah menegaskan pentingnya menggunakan batik putih saat berziarah pada kesempatan ini.

"Silakan Bapak Ibu ambil payung yang disimpan di bandara, bisa dikembalikan nanti," saran Bu Kanjeng untuk mengingatkan bahwa kami harus mengambil masing-masing payung berwarna kuning Ventour yang telah dititip saat check-in di Bandar Udara Soekarno-Hatta.

ternyata payung itu sangat bermanfaat nantinya! Meskipun waktu masih belum terlalu malam, cuaca di Mekah khususnya di Padang Arafah telah cukup menyengat, dan payung berwarna kuning ini menjadi sumber kesegaran melawan kepanasan akibat cahaya mentari yang membara.

Pada sekitaran jam 08:10, bus Samaya yang berwarna kuning emas mulai melaju pelan dari hotel menuju tujuan pertamanya yakni Jabal Tsur. Seperti kebiasaan, Ustadz Yudie mengawali dengan memimpin doa Safar untuk keselamatan dan kelancaran perjalanan mereka.

Seiring perjalanan, Ustaz Yudhie menjelaskan tentang berbagai lokasi yang kita lalui beserta riwayat singkatnya. Meskipun agak letih, saya tetap memperhatikan dengan antusiasme. Menyenangkan meski telah makan pagi di hotel, kami pun diberi camilan saat di dalam bis.

Jabal Tsur: Merenungkan Peristiwa Hijrah

Tujuan pertama kami adalah Jabal Tsur, gunung bersejarah yang menjadi tempat persembunyian Rasulullah SAW dan Abu Bakar Ash-Shiddiq saat hijrah ke Madinah.

Kira-kira jam 08:35 kita sampai di tempat tujuan. Tempat parkir telah dipadati oleh beberapa bis yang membawa jemaah lain yang juga berkunjung untuk ziarah. Bis-bis tersebut harus mengitari area itu dua hingga tiga kali baru bisa mendapatkan spot parkir yang sesuai. Begitu keluar dari bis, kami langsung menyaksikan Jabal Tsur dari kejauhan sambil memanfaatkan momen ini untuk foto bersama menggunakan Gunung—sebenarnya Bukit—bersejarah sebagai background fotonya.

Sebelumnya, Ustaz Yudie menyampaikan ringkasan singkat tentang asal-usul Gua Tsur, yang merupakan lokasi di mana Nabi Muhammad SAW bersama Abu Bakar berlindung selama tiga hari untuk menghindari kejaran Bani Quraisy. Tuhan Yang Maha Esa melindungi keduanya dengan caranya sendiri: semut membangun sarang di depan mulut gua dan merpati bertelur di situ, hingga kelompok Quraisy percaya bahwa gua tersebut sudah tertinggal dan tak mungkin lagi ditempati oleh siapa pun.

Meskipun telah banyak kali mempelajari cerita ini, tetap saja merasakan langsung di lokasi membuat hati bergetar dan semakin meneguhkan cintanya terhadap Nabi Muhammad SAW.

Dari Gunung Tsur, rombongan melanjutkan petualangan ke arah Padang Arafah.

Sesudah turun dari bis, aku sangat terkejap menyaksikan perbedaan yang amat besar ketimbang kunjunganku sebelumnya belasan tahun silam. Apabila dahulu Padang Arafah tampak lebih sederhana, suasana saat ini menjadi lebih tertata dan komplet. Bermacam-macam fasilitas telah disediakan, seperti warung makanan serta oleh-oleh. Dan hal yang paling menonjol yaitu jumlah penjual yang kian bertambah dengan ragam dagangan mereka.

Dari area parkir, kita melangkah ke arah gerbang indah Jabal Rahma di mana terdapat tulisan dalam bahasa Arab yang bertuliskan:

" "

Selamat datang di Gunung Rahmah.

Artinya: "Selamat datang di Gunung Rahmah."

Dipercaya bahwa Jabal Rahmah adalah lokasi di mana Nabi Adam dan Siti Hawa berjumpa kembali setelah turun ke bumi, oleh karena itu tempat ini kerap dikaitkan dengan doa untuk menemukan pasangan yang tepat serta menciptakan iklim keluarga yang harmonis.

Di area parkiran tersebut, kita mengambil gambar baik dalam kelompok besar, pasangan, maupun individu dengan pemandangan gunung dan monumen yang tampak seperti titik kecil jauh di sana. Saya masih bisa membayangkan beberapa kesempatan ketika pernah memanjakan diri menaiki unta serta menyimpan kenangan lewat foto di lokasi ini. Kini hewan unggas itu telah hilang tanpa jejak; tak diketahui arah tujuannya.

Sayangnya, sekarang sudah tidak diperbolehkan lagi naik ke atas Jabal Rahmah seperti dulu. Saya teringat ketika pertama kali ke sini, masih bisa naik hingga puncak dan melihat pemandangan dari atas serta membaca banyak coretan di tugu.

Ustadz Yudie menyampaikan lagi informasi tentang riwayat Jabal Rahmah dan menegaskan kepada kita bahwa lokasi tersebut biasanya dihubung-hubungkan dengan permintaan doa untuk mendapatkan pasangan yang tepat.

Tetapi, dia menggarisbawahi bahwa hal yang lebih penting adalah berdoa agar mendapatkan kebaikan dalam hidup secara menyeluruh, tidak sekadar tentang jodoh saja.

Dianggap pula sebagai lokasi di mana Nabi Adam dan Siti Hawa bertemu kembali sesudah berpisah selama kurang lebih dua abad, Gunung Rahmah pun turut dikenal sebagai saksi penyerahan ayat final dari Surah Al Maidah 3.

Ketika menjelajahi daerah tersebut, kami menemukan banyak penjual yang memakai Bahasa Indonesia dalam berdagang. Produk-produk yang ditawarkan sangat bervariasi, termasuk abaya, kurma, cendera mata, tas, dan peralatan ibadah lainnya. Namun apa yang paling mencolok bagi saya adalah deretan payung dengan warna kuning khas Ventour, hal itu membantu kita tetap terfokus bersama rombongan selagi melakukan ziarah disana.

Setelah singgah di Jabal Rahmah, kami kembali ke bus dan melanjutkan perjalanan mengelilingi Padang Arafah.

Bus melintasi Masjid Namirah, sebuah lokasi bersejarah yang menjadi saksi ketika Rasulullah SAW memberikan khutbah Wada' pada Haji Wada' tahun ke-10 Hijriyah.

Ustadz Yudie menyampaikan bahwa khotbah tersebut mengandung pesan vital untuk umat Muslim, seperti nilai kebersamaan, haramnya menumpahkan darah tanpa alasan yang sah, hak-hak perempuan, serta kedaulatan manusia di depan Tuhan Yang Maha Esa. Ini merupakan khotbah akhir Nabi Muhammad SAW sebelum ia meninggal dunia dalam waktu beberapa bulan setelah itu.

Kini, Masjid Namirah merupakan salah satu tempat penting selama wukuf di Arafah. Jemaah haji biasanya mengumpulkan diri di area masjid tersebut untuk menyimak khutbah Arafah sebelum menunaikan salat Zuhur dan Ashar dengan cara jamak qashar.

Kemudian bus melanjuti rute menuju sejumlah lokasi utama selama proses haji, yakni Muzdalifah, Mina, serta wilayah untuk melempar batu di Jamarat.

Saat berada di Muzdalifah, Ustaz menyampaikan bahwasanya daerah tersebut adalah tempat dimana para jamaah haji harus menginap (mahir) sesudah melakukan wukuf di Arafah dan sebelum pergi ke Mina. Selain itu, Muzdalifah juga menjadi area pengumpulan batu-batu kecil yang akan digunakan untuk membidik tugu-tajam di Mina.

Setelah itu, kita tiba di Mina, tempat ini menampilkan barisan tenda yang biasanya kosong tetapi menjadi padat saat musim haji. Kita juga mengendarai jalan lewat terowongan Mina tersebut—yang tenar karena insiden tragis tahun Haji Juli 1990. Sekarang, tentunya terowongan telah dibuat lebih luas untuk mencegah hal-hal serupa terulang.

Kami juga lewat tempat yang signifikan dalam ritual haji, yakni Jamarat, di mana jumrah dilemparkan. Saya begitu terpukau menyaksikan transformasi yang terjadi di sana.

Ingat waktu pertama kali saya datang kesini, lokasi tersebut hanya terdiri atas tiang-tiang kecil, hingga seringkali batu yang dilemparkan tak tepat sasaran akibat kerumunan orang yang bersaing melempar dari segala penjuru. Kini, area itu telah ditingkatkan ukurannya dan diubah menjadi multi lantai, menjadikannya lebih selamat serta memudahkan jemaah untuk melempar dengan tenang tanpa harus khawatir bercampur aduk dalam keramaian.

Riwayat perjalanan terkahir dari serangkaian kunjungan suci ini ialah ke Masjid Aisyah di Taneem, lokasi batas bagi para jamaah yang berniat melakukan umrah. Sebagian anggota grup kita memiliki rencana untuk menunaikan amalan pengganti umrah atas nama keluarga mereka yang telah wafat atau belum dapat melaksanakannya secara pribadi.

Ustadz Yudie menyampaikan petunjuk mengenai bagaimana berniat di miqat sebelum kami kembali ke penginapan.

Pergi hari ini sungguh membawa pengalaman rohani yang luar biasa. Bu Kanjeng, dengan antusiasme serta kegembiraannya, menjadikan petualangan itu lebih mengasyikkan lagi. Payung kuning Ventour pun ternyata sangat bermanfaat dalam melindungi kita dari sinar matahari tajam di Padang Arafah.

Dengan Ventour 554, petualangan menjadi lebih menyenangkan dan terstruktur dengan rapi. Kendaraan yang dipakai masih baru dan berfungsi dengan baik, pembimbing kita sangat ahli di bidangnya, serta atmosfer dalam grup ini cukup hangat dan dekat.

Ziarah ini bukan hanya sebuah perjalanan fisik, tapi juga petualangan bagi hati dan rohani. Setelah pulang dari hotel, kami merasakan ketenangan dalam diri, dipenuhi rasa syukur, serta menjadi semakin termotivasi untuk terus meneruskan ibadah di Bumi Suci tersebut.

Jangan lupa tinggalkan pesan yach .....

إرسال تعليق (0)
أحدث أقدم