Kasus Kapolres Ngada: Respon Berbagai Pihak dari Kapolri, KPAI, Hingga Kompolnas

CDR News , Jakarta - Kapolres Ngada Non-aktiv AKBP Fajar Widyadharma Lukman Sumaatmaja dituduh telah merancunkan anak di bawah umur dengan usia masing-masing 14 tahun, 12 tahun, dan tiga tahun. Selama melakukannya, dia merekam aksinya tersebut lalu mengunggah videonya ke sebuah situs dewasa di Australia.

Sebelumnya, Kabid Humas Polda NTT Kombes Pol. Henry Novika Chandra menyebut bahwa Kapolres Ngada AKBP FJ diringkus pada tanggal 20 Februari kemarin di Kupang, NTT. Tidak hanya itu, Fajar diduga kuat telah menggunakan narkoba jenis sabu.

Setelah diperinci, skandal tersebut mengundang kritikan, dan berikut adalah respons beberapa kelompok tentang perilaku tidak senonoh Kapolres Ngada.

Kasus harus ditangani dengan cepat menurut Kompolnas

Anggota Komisi Kepolisian Nasional ( Kompolnas Choirul Anam mengatakan bahwa penyelesaian kasus tersebut perlu dipercepat, baik dalam aspek etika maupun hukum acara pidana. Menurutnya, makin cepat kasus itu diserahkan kepada persidangan etis, akan menjadi hal yang lebih positif.

"Menurut informasi yang kita terima beberapa hari yang lalu, tujuh individu telah dimintai keterangan. Apa pun jumlahnya yang sudah menghadapi pemeriksaan atau proses penyelidikan, akan lebih baik jika kasus ini segera dijadwalkan untuk persidangan etis," jelas Anam kepada Tempo Selasa, 11 Maret 2025.

Menurut dia, semakin berlarannya waktu dalam kasus ini, akan semakin rumit karena dapat menciptakan keraguan tentang prosedurnya. "Masyarakat pun penasaran mengapa tahapan tersebut membutuhkan begitu banyak waktu," katanya.

Anam menjelaskan bahwa pada kasus ini, terdapat dua dimensi utama, yakni dugaan keterlibatan dalam narkoba dan dugaan tindak asusila. Oleh karena itu, menurut dia, proses etik yang berjalan di internal Polri harus dilakukan secara simultan dengan proses pidana. “Kami mendorong agar kasus Ngada ini secara simultan juga proses pemidanaannya jalan,” kata Anam.

Perempuan dan Anak Aktivis di NTT: Investigasi Kasus-Kasus Serupa

Peraih penghargaan wanita aktivis serta puteri dari Nusa Tenggara Timur bernama Sarah Lery Mboeik telah mengajukan permintaan kepada Mabes Polri supaya mencopot jabatan dan memberikan dakwaan terhadap mantan Kapolres AKBP Fajar Widyadharma Lukman. Dia juga menekankan pentingnya Polda seantero Indonesia menjalani prosedur peninjauan ulang kinerja para personel mereka guna mencegah insiden serupa berulang kali.

"Harap pastikan bahwa tidak cuma seorang kabareskoba saja, tetapi juga jangan biarkan hal serupa terjadi pada yang lainnya. Oleh karena itu, setiap pimpinan daerah dan kepolisian perlu bekerja ekstra keras dalam menyelidiki kasus-kasus semacam ini," ungkap Sarah saat berada di Mapolda NTT, Nusa Tenggara Timur, Senin, 11 Maret 2025, demikian disampaikan oleh sumber tersebut. Antara.

Di samping itu, Direktur Rumah Perempuan NTT, Libby Sinlaeloe, menggarisbawahi tingginya jumlah kasus kekerasan seksual pada anak-anak di Nusa Tenggara Timur, yang berada di peringkat kedua setelah insiden kekerasan dalam keluarga di daerah tersebut.

Maka, dia menganggap penting bagi para korban, terlebih lagi anak-anak, untuk secepatnya memperoleh bantuan psikososial secara intensif. "Bagi korban yang masih sangat kecil umurnya, seperti contohnya 3 tahun, 11 tahun, atau 15 tahun, diperlukan dukungan khusus supaya mereka dapat sembuh dari luka emosional yang memiliki potensi bertahan selamanya," ungkapnya.

Anggota Komisi VIII DPR RI: Seharunya mendapatkan hukuman terberat

Anggota Komisi VIII DPR RI Selly Andriany Gantina menyerukan agar aparat penegak hukum mengjatuhkan sanksi paling berat kepada para pelaku. Dia menyatakan, "Hukumannya harus yang tertinggi, lebih-lebih orang tersebut merupakan seorang Kapolres. Sebaiknya, mereka menjadi teladan, bukannya merampas kesempatan hidup anak-anak mereka sendiri; ini benar-benar tindakan keji." Demikian ujar Selly seperti dikutip dari sumber tersebut. Antara , Selasa, 11 Maret 2025.

Menurutnya, hukuman yang keras dan ekstrem penting dilaksanakan sebab selain melakukan pelecehan seksual serta merakam tindakan buruk tersebut, AKBP Fajar diduga ikut terlibat dalam skandal penggunaan obat-obatan terlarang jenis sabu-sabu. Walaupun kini AKBP Fajar telah digulingkan dari posisinya dan tengah menjalani prosedur pemecatan dengan cara tidak sopan, menurut Selly, hal itu belum cukup membawa kepuasan kepada sistem hukum negeri ini.

Dia menyebutkan, sesuai dengan Undang-Undang No. 12 tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS), dan juga UU No. 35 tahun 2009 terkait Narkotika, bahwa hukuman tertinggi harus dikenakan pada lulusan Akpol tahun 2004 tersebut.

Selanjutnya, Selly mengatakan bahwa pasal 13 dari Undang-Undang tentang Perlindungan Anak dapat diaplikasikan pada Kapolres Ngada tersebut dengan ancaman hukuman 15 tahun penjara serta denda tertinggi sebesar Rp5 miliar. Meskipun demikian, menurut pandangannya, karena terduga pelaku merupakan seorang pejabat pemerintah setempat dan juga anggota keluarga korban, maka hukumannya bisa dipermudahkan menjadi bertambah satu pertiga atau ekstra 5 tahun. Di samping itu, perbuatan AKBP Fajar yang meresahkan putranya sendiri ini dapat dibawa ke pengadilan untuk mendapatkan hukuman tambahan yaitu kurungan penjara selama empat tahun lebih.

"Begitu juga jika digabungkan, minimal ancamannya adalah 20 tahun penjara. Namun mengingat keparahan tindakannya, menurut pendapatku, hukumannya harus seumur hidap atau bahkan hingga eksekusi mati," ungkap Selly.

Komisi Perlindungan Anak Indonesia mengatakan bahwa proses peradilan harus dilakukan dengan sungguh-sunguh serta terbuka kepada publik.

Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) mendorong Direktorat Tindak Pidana Pelindungan Perempuan dan Anak serta Penentraman Perdagangan Orang (Dit PPA PPO) Bareskrim Polri untuk terlibat dalam pengawalan kasus pelecehan seksual yang melibatkan Kapolres Ngada AKBP Fajar.

"KPAI mengharapkan agar Direktorat PPA PPO Polri menunjukkan perhatian yang sungguh-sungguh untuk memastikan bahwa kasus tersebut diurus sejalan dengan Undang-Undang tentang TindakanPidana Kekerasan Seksual serta Undang-Undang PerlindunganAnak. Pelaku kekerasan harus bertanggung jawab secara hukuman pidana," ujar Anggota KPAI, Dian Sasmita pada Senin, 10 Maret 2025 seperti dikutip dari sumber tersebut. Antara.

Dian Sasmita menggarisbawahi bahwa jalannya proses hukum dalam perkara ini perlu dilakukan dengan sungguh-sungguh serta jujur terbuka. Apalagi tersangkanya merupakan pihak dari institusi penegok hukum yang semestinya membela anak-anak, tetapi justru telah menyebabkan kerugian fisik pada mereka.

Kapolri menyatakan bahwa siapa pun dengan pangkat apa pun akan mendapatkan tindakan yang sesuai.

Merespons kasus ini, Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo juga mengatakan bahwa personel kepolisian yang ditemukan melakukan pelanggaran peraturan pasti akan mendapatkan sanksi keras. "Personil yang diketahui memiliki masalah, tidak peduli berapakah tingkatan jabatannya, tentunya akan menerima hukuman," ujar Kepala Divisi Hubungan Masyarakat (Humas) Polri Inspektur Jenderal Sandi Nugroho dalam jumpa pers di Auditorium Mutiara STIK Polri, Jakarta pada hari Senin, tanggal 10 Maret 2025.

Intan Setiawanty bersumbang dalam penyusunan artikel ini.

Jangan lupa tinggalkan pesan yach .....

إرسال تعليق (0)
أحدث أقدم